Jakarta, TV 3 INDONESIA – Masih menjadi tanda tanya besar, dan perlu tindakan tegas pemerintah maupun instansi berwenang, terkait masalah izin PT Sambaki Tambang Sentosa ( PT STS) yang sudah 6 tahun melakukan aktivitas tambang dilahan adat tanpa seizin pemilik lahan, hingga menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan warga masyarakat Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara.
Tonton berita sebelumnya : Tuntutan Warga Halmahera Timur kepada PT STS
Mewakili masyarakat Desa Baburino Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Provinsi Maluku Utara, mendatangi kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mempertanyakan terkait perizinan Perusahaan Tambang Nikel PT Sambaki Tambang Sentosa ( PT STS).
Pada saat itu ketua LSM GMBI yang didampingi Tim TV 3 Indonesia melakukan pertemuan dengan pihak Humas Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bapak Muhammad Irsan. Pada Jumat 11/07/2025.
Pihak Humas menyatakan bahwa PT Sambaki Tambang Sentosa (STS) memang memiliki Izin lingkungan dari Pemerintah daerah Halmahera Timur yang dikeluarkan pada tahun 2009. Dan memiliki Izin Usaha Perusahaan (IUP).
Namun, walaupun PT STS sudah memiliki IUP tanpa adanya izin dari pemilik lahan (warga) belum bisa beroperasi dan PT STS dalam hal ini sudah menyalahi peraturan Kementerian ESDM.
Selanjutnya, LSM GMBI melakukan konfirmasi kepada Humas Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu Bapak Romi SH ,mempertanyakan hal yang sama yaitu terkait izin yang dimiliki oleh PT STS. Pada Rabu 16/07/2025.
Menurut pihak Humas KLH, untuk menerbitkan IUP ada beberapa komponen yang harus ditempuh diantaranya Izin Lingkungan.
“IUP itu adalah Izin Usaha Perusahaan di Peraturan Pemerintah No 5 2021 tentang perizinan perusahaan untuk menerbitkan perizinan perusahaan ada 4 komponen, salah satunya ada persetujuan lingkungan, nah jadi kenapa bisa keluar karena keempat komponen tersebut sudah selesai.” Jelas Romi SH, Humas KLH
Namun, ditemukan kejanggalan karena pihak Humas menyatakan bahwa perizinan yang ditempuh PT STS di Kementerian Lingkungan Hidup baru terbit pada 20 Juni 2025.
” Yang saya cek dari teman saya di bagian perizinan itu memang baru terbit pada 20 Juni 2025, sebulan lalu.” Lanjut Romi, SH
Dapat disimpulkan bahwa perizinan yang ditempuh oleh PT STS tidak sesuai ketentuan/SOP.
Untuk selanjutnya, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup, akan menindak lanjuti permasalahan tersebut, dengan memanggil pihak terkait ( PT STS) secara resmi untuk meninjau ulang izin lingkungan yang dimiliki oleh PT STS dan meminta pertanggungjawaban atas lahan adat warga Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara dan akan melakukan penyegelan terhadap aktivitas PT STS.